Wednesday, May 14, 2025

Berkunjung ke Desa Sade

Assalamu'alaikum^^

Kemarin, pas lagi scrolling di TikTok, muncul video seorang seleb yang lagi liburan di Lombok bareng gengnya. Salah satu destinasi yang mereka kunjungi adalah Desa Sade. Aku langung teringat kalau aku juga pernah ke sana tahun lalu!

Desa Sade adalah destinasi wisata budaya yang terkenal di Lombok dan jarang dilewatkan oleh wisatawan. Lokasinya di Kabupaten Lombok Tengah dan berjarak sekitar 43 km dari Kota Mataram. Lumayan jauh sih dari rumahku. Wajar kan kalau aku ke sana cuma sekali? (Berusaha mencari pembenaran). 

Sejujurnya, pengetahuanku tentang adat dan budaya Lombok tuh minim banget. Padahal aku tinggal di Lombok sejak lahir. Sebelumnya pun aku nggak pernah tertarik untuk ke Desa Sade (huhu, maapin). Tapi ternyata hidayah itu datang, teman-teman. Akhirnya hatiku terketuk untuk berkunjung ke sana. Itu pun karena diajakin sih, hehe.

Sesampainya di sana, seorang bapak-bapak yang memakai kemeja lengan pendek, sarung tenun, dan sapuk (ikat kepala) menghampiriku. Beliau adalah tour guide yang akan menemaniku berkeliling. Aku lupa nama beliau, kita sebut saja namanya "Amaq" (sebutan dalam bahasa Sasak yang berarti "bapak"). Sebelum masuk, aku mengisi buku tamu terlebih dahulu dan dipersilakan untuk berdonasi seikhlasnya yang akan digunakan untuk pelestarian desa.

Oh ya, we listen and we don't judge, Amaq mengira aku orang Jakarta dan aku nggak klarifikasi bahwa aku orang Lombok. Aku takut kalau beliau mengetahui fakta yang sebenarnya, beliau akan terheran-heran karena ada orang asli Lombok yang nggak terlalu paham budaya kayak aku, huhu. Biarlah aku menjadi gelas kosong kali ini. 

Saat masuk ke dalam, aku benar-benar merasakan atmosfer pedesaan. Rumah-rumah di desa ini memiliki atap yang terbuat dari alang-alang yang bisa bertahan 7 sampai 10 tahun. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu (bedek) yang katanya kokoh dan tahan gempa. Lantainya terbuat dari campuran tanah liat dan sekam padi. Nah, uniknya, lantai ini dipel dengan kotoran kerbau/sapi seminggu sekali. Tapi tenang aja, lantainya nggak bau sama sekali kok. Malah katanya, teknik ini dapat membuat lantai menjadi lebih padat, kuat, nggak berdebu, dan nyaman diinjak. 

Kemudian, Amaq mengajakku naik ke spot tertinggi di sana agar bisa melihat view Desa Sade. 

So beautiful!

Di desa ini ada sekitar 150 rumah, masing-masing dihuni oleh satu kepala keluarga. Total penduduknya sekitar 700 orang. Mayoritas penduduk Desa Sade bekerja sebagai petani. Sementara itu, para perempuan menenun kain dan menjualnya. Kata Amaq, perempuan di desa ini diwajibkan untuk bisa menenun sebelum menikah.

Banyak warga yang menjual kain tenun dan cendera mata seperti tas, kalung, dan gelang. Kain yang mereka hasilkan nggak hanya dijual kepada wisatawan yang datang, tetapi juga dipasarkan ke daerah lain.

Amaq mengajakku untuk mengunjungi salah satu tempat pembuatan dan penjualan kain tenun. Lalu, aku dipersilakan memakai kain tenun untuk berfoto. Nggak harus beli ya, shay. Boleh dicoba dan dipakai untuk foto-foto aja.

Aku juga ditawari untuk mencoba alat tenun. Awalnya aku menolak karena kelihatannya susah. Tapi nggak ada salahnya mencoba—alias buat bahan konten doang sih, haha. Ternyata dugaanku nggak meleset sama sekali. Emang susah, shay. Tangan kanan dan kiri harus bisa bekerja sama, dan pastinya butuh konsentrasi tinggi. Apalagi benangnya banyak dan warna-warni. Mata silinderku nggak sanggup mengerjakan ini.

Terlihat susah dan emang beneran susah

Kain-kain yang mereka hasilkan tuh bener-bener rapi dan detail banget! Harga kain tergantung dari kualitas, ukuran, dan tingkat kesulitan pembuatan. Secara keseluruhan, kisaran harganya mulai dari Rp50.000 sampai jutaan rupiah.

Aku tertarik pada kain tenun hitam seharga Rp300.000. Kata Amaq sih boleh ditawar. Tapi karena aku nggak bisa nawar dan nggak tegaan, langsung aja kubayar. Aku juga membeli 4 pcs gelang yang terbuat dari benang. Wow, memborong dengan kesadaran penuh.

Cendera mata yang mereka jual

Kemudian, Amaq mengajakku melihat Pohon Cinta. Katanya, pohon ini adalah saksi bisu dari tradisi unik masyarakat Sasak yang disebut merariq atau kawin culik. Dalam tradisi ini, seorang pria yang ingin menikahi gadis pilihannya akan "menculik" si gadis (biasanya dengan persetujuan diam-diam dari pihak perempuan). Mereka akan bertemu di bawah pohon ini sebagai titik awal sebelum menghilang sementara.

Setelah itu, pasangan tersebut akan tinggal di rumah kerabat pihak pria. Keesokan harinya, keluarga pria akan datang ke rumah keluarga perempuan untuk memberitahukan bahwa anak mereka telah "diculik", dan proses negosiasi pun dimulai. Dalam negosiasi ini, mereka akan membahas mahar yang bisa berupa uang, hewan ternak, atau barang lainnya sebagai bentuk penghargaan terhadap keluarga perempuan. Setelah kesepakatan tercapai, barulah proses pernikahan akan dilangsungkan.

Menariknya, pernikahan di Desa Sade umumnya terjadi antarwarga desa itu sendiri, karena nilai-nilai adat, kekerabatan, dan kekeluargaan masih sangat dijunjung tinggi. Sebagian besar dari mereka menikah di usia muda.

Pohon Cinta <3

Nah, kalau di daerahku, tradisi merariq atau kawin culik ini sudah perlahan menghilang karena perkembangan zaman dan pengaruh sosial yang semakin modern. Waktu aku kecil, seingatku banyak orang yang melakukan tradisi ini. Sekarang sih prinsipnya "kalau memang cocok bisa datang ke rumah" (auto velocity Stecu Stecu 🤟🏻🫰🏻😎).

Selanjutnya, Amaq mengajakku ke masjid yang ada di desa ini, yaitu Masjid Nur Syahada. Masjid ini dibangun dengan menggunakan kayu dan bambu, serta atap alang-alang yang merupakan ciri khas dari bangunan tradisional Sasak. Masjid ini mampu menampung sekitar 200 jemaah. 


Ukiran di pintunya bagus banget

Setelah puas berkeliling dan berfoto-foto, tour pun berakhir. Aku dan kru yang bertugas pamit undur diri. 

Overall, aku sangat puas dengan tour ini. Amaq sangat komunikatif dan ramah. Informasi yang disampaikan juga mudah dipahami. Dan yang terpenting nih, Amaq jago banget motret pakai HP-ku, haha. Kayaknya sih beliau memang sudah terbiasa motretin pengunjung yang datang dan sudah jago menggunakan berbagai jenis HP.

So, kalau kalian liburan ke Lombok, jangan lupa mampir ke Desa Sade, ya. Atau warga asli Lombok yang pengen memperdalam khazanah budaya, boleh juga main ke sana kayak aku, hehe.