Friday, September 16, 2022

Anxiety Disorder Survivor

Assalamu'alaikum^^

Life is unpredictable. We never know what's coming next.

Aku yakin, teman-teman sekolahku pasti mengingatku sebagai anak yang berprestasi, ceria, dan bisa apa aja. Bahkan aku pernah dapat julukan "Google Berjalan" karena aku selalu bisa menjawab pertanyaan apa pun, entah berkaitan dengan akademik atau nggak.

Aku jago di semua mata pelajaran, sering ikut lomba, dan hampir selalu menang. Aku nggak pernah mengalami masalah akademik semasa sekolah. Hidupku dipenuhi dengan pujian dan ekspektasi tinggi dari orang-orang. 

Aku gengsi kalau nggak bisa. Aku malu kalau nggak tahu. Instead of nanya orang yang bisa dan tahu, lebih baik aku nyari tahu apa pun sendirian. Pantang bagiku untuk meminta bantuan orang lain. 

Kupikir aku hanya perfeksionis dan ambisius aja. Nyatanya, hal yang keliatannya sepele ini berdampak besar saat aku masuk ke dunia kerja. Aku nggak suka keliatan nggak baik-baik aja, sehingga banyak masalah yang akhirnya kupendam sendirian. Aku nggak suka keliatan nggak bisa, sehingga semua orang yang minta tolong, selalu kubantu.

Lama-kelamaan, orang-orang yang sering kubantu jadi memanfaatkanku. Aku tahu sedang dimanfaatkan, tapi aku nggak bisa menolak karena takut dicap "nggak bisa" atau jahat. Aku membantu mereka, tapi sambil mengeluh di dalam hati atau sambil menangis tanpa mereka ketahui.

Terlalu banyak kejadian menyakitkan yang kualami sejak aku kerja. Kejadian-kejadian di luar nalar, sampai keluarga dan sahabatku pun terkejut saat mengetahuinya.

Tahun 2020, aku mulai sadar ada yang salah dengan diriku. Tiap kali kesal, sakit hati, atau ada hal yang berjalan di luar ekspektasi, tubuhku sakit. Dulu aku nggak terlalu percaya bahwa sakit fisik bisa disebabkan oleh pikiran. Sampai akhirnya aku mengalaminya sendiri.

Sejak 2020 sampai saat ini, sudah puluhan kali aku dibawa ke UGD dan 2 kali diopname. Gejala sakitnya selalu sama tiap kambuh. Jantung berdetak terlalu kencang (terkadang terasa nggak berdetak sama sekali), sesak napas, kaki tanganku dingin dan mati rasa, tanganku tremor, dan perutku terasa nggak nyaman. Yang tadinya penyakitku kambuh kalau ada trigger, lama kelamaan bisa kambuh padahal nggak terjadi apa pun sebelumnya. Bahkan ketika aku duduk santai, ngobrol, atau jalan di mall.

Walau sakit harus tetap peace

Berbagai medical check up sudah kujalani. Hasil EKG, USG, tes darah, dan tes urin menunjukkan kondisi fisikku baik-baik aja. Akhirnya Dokter Spesialis Penyakit Dalam merujukku ke Poli Jiwa karena ia menduga aku terkena gangguan panik.

Sebenarnya awal 2021 aku sudah dirujuk ke Poli Jiwa. Tapi seperti biasa, aku merasa baik-baik aja dan mengabaikannya. Kali ini aku nggak akan mengabaikannya lagi, karena setiap hari aku dihantui oleh rasa cemas akan kematian tiap kali kepikiran atau mengalami panic attack (serangan panik).

Tanggal 25 Agustus, untuk pertama kalinya aku bertemu psikiater. She is a woman and a good listener. Aku yakin, beliau pasti sudah sangat sering bertemu pasien yang gejala sakitnya sama seperti aku, karena beliau sangat paham tentang apa yang aku alami dan rasakan.

Katanya aku mengidap anxiety disorder dan gangguan panik. Anxiety disorder adalah gangguan kecemasan di mana muncul perasaan khawatir yang nggak mampu terkontrol dan berujung pada ketakutan berlebih sehingga menganggu aktivitas sehari-hari. Sedangkan gangguan panik adalah kondisi yang ditandai dengan serangan panik atau kecemasan berlebihan secara tiba-tiba. Gangguan ini dapat terjadi berulang kali tanpa alasan yang jelas. (Sumber: halodoc dan alodokter) 


Aku menceritakan masa kecil dan hal-hal yang menimpaku sejak aku kerja. Kemudian beliau menyimpulkan bahwa aku mengalami kecemasan berlebih karena aku sering mengalami kejadian traumatis sejak kecil. Beliau juga memberi saran kepadaku agar aku berhenti menjadi people pleaser. It's okay to say "no". You can do anything, but not everything.

Aku nyaman bercerita ke psikiater ini karena beliau nggak judgemental dan selalu memvalidasi kecemasan yang aku rasakan. Beliau juga bisa berbahasa Inggris sehingga aku nyaman bercerita menggunakan 2 bahasa. Konsultasi berjalan sekitar 25 menit. Aku diresepkan 3 obat yang harus diminum pagi dan malam. Aku juga harus bertemu psikiater ini seminggu sekali. Katanya, butuh pengobatan yang nggak sebentar dan harus konsisten sampai aku benar-benar sembuh.

Sekarang sudah 4 kali aku bertemu beliau. Alhamdulillah, kondisiku lumayan membaik. Biasanya tiap sore dan malam, aku merasa cemas luar biasa. Takut akan kematian, takut terjadi hal-hal buruk, takut keluar rumah, dan takut bertemu banyak orang. Sekarang cemasnya mulai berkurang. Aku sudah mulai berani bersosialisasi dan membuka socmed lagi.

Aku bangga pada diriku yang sanggup bertahan sejauh ini. Semoga kondisiku makin membaik lagi! Aamiin.

Sakit with a view~